Jumat, 20 Juli 2012

Memori Histori Indonesia-Mesir

Posted by Tyo on 20.05


Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia (RI) dengan Republik Arab Mesir telah berlangsung cukup lama sejak 65 tahun tahun yang lalu, yakni ketika kedua negara menandatangani Treaty of Friendship and Cordiality pada tanggal 10 Juni 1947, yang kemudian diikuti dengan pembukaan perwakilan resmi RI di Kairo, Ibukota Mesir, pada tahun 1949. Republik Arab Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI baik secara de facto mapun de jure pada tanggal 18 November 1946 sehingga hubungan diplomatik kedua negara dilandasi oleh hubungan emosional yang mendalam dan pandangan yang sama tentang hakikat kemerdekaan.

Peran penting Mesir dalam membantu Indonesia mempertahankan kemerdekaannya tampak dari kunjungan Muhammad Abdul Mun’im, Konsul Jenderal (Konjend) Mesir di Bombay (sekarang Mumbay, India) yang datang ke Yogyakarta (ibukota RI saat itu) pada tanggal 13 – 16 Maret 1947. Menurut Anis Rasyid (AR) Baswedan, Konjend Mesir itu melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mewakili negerinya dan membawa pesan dari Liga Arab yang mendukung kemerdekaan RI. Muhammad Abdul Mun’im datang ke Indonesia dengan ditemani oleh Ktut Tantri (Nama asli: Muriel Pearson), seorang perempuan Amerika yang banyak membantu perjuangan rakyat Indonesia di masa revolusi.[i]

Pada tanggal 15 Maret 1947, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Mesir yang ke-23, Beliau menghadap Presiden Sukarno untuk menyampaikan pesan-pesan dari Liga Arab. Pesan tersebut merupakan hasil keputusan sidang Dewan Liga Arab pada tanggal 18 November 1946 yang menganjurkan seluruh anggota Liga Arab untuk mengakui kedaulatan RI berdasarkan ikatan keagamaan, persaudaraan dan kekeluargaan.[ii]

Dukungan dari Liga Arab terhadap kemerdekaan RI merupakan bagian penting dalam diplomasi revolusi bangsa Indonesia di masa awal kemerdekaan. Dukungan tersebut merupakan peristiwa yang sangat bersejarah bagi RI, karena untuk pertama kalinya RI menerima kunjungan diplomatik dari Republik Arab Mesir yang membawa pesan dari Liga Arab.

Sebagai jawaban atas keputusan politik Liga Arab, Pemerintah RI mengirimkan sebuah delegasi ke Timur-Tengah dengan misi diplomatik untuk memperkenalkan RI ke dunia internasional. Delegasi ini dpimpin oleh Haji Agus Salim (Menteri Muda Luar Negeri) dengan anggota-anggota: A.R. Baswedan (Menteri Muda Penerangan), Nazir Pamuntjak (Pejabat Kementerian Luar Negeri), H.M. Rasjidi (Pejabat Kementerian Agama), dan R.H. Abdulkadir (Pejabat Kementerian Pertahanan). Negara pertama yang dikunjungi oleh delegasi ini adalah Mesir yang kemudian menghasilkan Perjanjian Persahabatan RI – Mesir pada tanggal 10 Juni 1947.[iii]

Perjanjian ini ditandatangani oleh H. Agus Salim dari pihak RI dan Mahmoud Fahmi Nokrasyi, Perdana Menteri (PM) merangkap Menteri Luar Negeri (Menlu), dari pihak Mesir. Sebagai tindak lanjutnya, pada tanggal 7 Agustus 1947 Agus Salim membuka perwakilan RI di Mesir dan mengangkat H.R. Rasjidi sebagai ketuanya dengan kedudukan Charge d’ Affairs (Kuasa Usaha).[iv]

Dalam pernyataan politiknya, Presiden RI, Ahmad Soekarno, menyatakan bahwa diantara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin hubungan yang kekal “karena diantara kita timbal balik terdapat pertalian agama”. Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh PM. RI, Sutan Syahrir, dalam pernyataan politiknya, yakni: “Adalah suatu kenyataan adanya kecenderungan mengembang dalam ummat Islam di dunia ke arah persatuan dan peleburan dalam satu persaudaraan Islam yang bertujuan memutuskan rantai-rantai penjajahan asing…. Indonesia menyokong Pakistan sepenuhnya. Indonesia negeri Islam dan akan berjuang di barisan kaum Muslimin”.[v]

Pernyataan politik dari Presiden Soekarno dan PM Sutan Syahrir tersebut merupakan respons dari keputusan resmi sidang dewan Liga Arab pada tanggal 18 November 1946 yang menganjurkan kepada seluruh negara anggota Liga Arab untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan, serta kekeluargaan. Bahkan jauh sebelumnya beberapa negara Arab seperti Mesir, Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghaistan telah tercatat sebagai negara-negara yang pertama mengakui kemerdekaan RI.[vi]

Agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia merupakan sebab utama diakuinya kemerdekaan RI oleh negara-negara Arab. Hal ini tampak jelas dari simpati rakyat Mesir terhadap perjuangan kemerdekaan RI, yakni saat rapat umum partai-partai politik dan organisasi massa pada tanggal 30 Juli 1947. Bahkan diantara pembicara juga terdapat Presiden Habib Burguiba dari Tunisia dan Allal A. Fassi, pemimpin Maroko. Rapat umum tersebut menyetujui suatu resolusi, antara lain: [vii]

Pemboikotan barang-barang buatan Belanda di seluruh negara-negara Arab

Pemutusan hubungan diplomatik antara negara-negara Arab dan Belanda

Penutupan pelabuhan-pelabuhan dan lapangan terbang di wilayah Arab terhadap kapal-kapal dan pesawat-pesawat Belanda (Secara riil, hal ini dilaksanakan di Terusan Suez);

Pembentukan tim-tim kesehatan untuk menolong korban-korban agresi belanda (secara riil, Mesir mengirim misi Bulan Merah ke Indonesia lengkap dengan obat, alat kesehatan dan tim dokter).

Dukungan yang sangat heroik dari Rakyat dan Pemerintah Mesir ini tidak dapat dipisahkan dari perjuangan keras Haji Agus Salim bersama-sama Syeikh Hasan Al-Banna, Rais Aam Jam’iyah Ikhwanul Muslimin. Pada tanggal 22 Maret 1946, Pemerintah Mesir atas desakan Imam Hasan Al-Banna mengakui kemerdekaan Indonesia dan langkah ini segera diikuti oleh negara-negara Arab lainnya.[viii]

Kedekatan Agus Salim dengan para ulama di Mesir berawal dari karirnya sebagai penerjemah Konsul Belanda di Jeddah, dan menjadi murid Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau bersama-sama KH. Ahmad Dahlan dan Hadhratush Syaikh KH. Hasyim Asy’ari di Mekkah. Hal ini membuat para ulama Mesir tergerak untuk mendirikan Lajnatud Difa’I’an Indonesia (Panitia Pembela Indonesia) yang dideklarasikan pada tanggal 16 Oktober 1945 di gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam dengan Jenderal Saleh Harb Pasya sebagai pimpinan pertemuan. Dalam acara itu hadir juga Syaikh Hasan al-Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Ikhwanul Muslimin, Pemimpin Palestina, Muhammad Ali Taher, dan Sekretaris Jenderal Liga Arab, Dr. Salahuddin Pasya.[ix]

Dari rangkaian peristiwa inilah negara-negara Arab mengakui kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Para ulama bersama-sama rakyat dan pemerintah negara-negara Arab pun turut aktif dalam mendukung perjuangan RI untuk mempertahankan kemerdekaannya. Dengan demikian pemerintah Mesir dan negara-negara Arab lainnya telah mengakui kedaulatan RI baik secara de jure maupun de facto pada masa-masa awal kemerdekaan.

0 komentar:

Posting Komentar

style type='text/css'> HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif"), auto;}
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site