Kamis, 27 Desember 2012

Sulitnya Meraih Baret Intai Amfibi,

Posted by Tyo on 23.33



Sulitnya Meraih Baret Intai
Amfibi, Pasukan Elite
Marinir..Dengan Kaki dan Tangan
Terikat, Dibuang ke Laut
Sulitnya Meraih Baret Intai Amfibi,
Pasukan Elite Marinir..Dengan Kaki dan
Tangan Terikat, Dibuang ke Laut
“Di Karang Tekok, Situbondo, Jatim, saat
ini sedang berlangsung pendidikan
Sekolah Khusus Marinir yang diikuti 54
siswa. Mereka berjuang untuk meraih
baret Pasukan Intai Amfibi (Taifib).
Bagaimana beratnya latihan itu?“
M. Nasaruddin Ismail – Surabaya
SUUD RUSLI, mantan anggota Marinir
yang kabur dari sel Lantamal II Jakarta
merupakan salah seorang penyandang
baret Taifib. Karena itu, untuk meringkus
pembunuh bos PT Asaba tersebut, jajaran
pimpinan TNI Angkatan Laut
mengerahkan hampir satu peleton tim
gabungan.
TNI-AL sadar bahwa Suud adalah salah
seorang prajurit Marinir yang mempunyai
kemampuan luar biasa. Jago tembak.
Sebagai anggota Taifib, dia mempunyai
pengalaman dalam berbagai operasi
khusus. Untuk melukiskan kemampuan
Taifib itu, ada yang menganggap
kemampuan satu pasukan Taifib setara
dengan sepuluh pasukan biasa.
Para pemburu Suud tak mau gegabah,
meski sasarannya sudah diketahui pasti.
Dikhawatirkan Suud yang dikenal sebagai
penembak jitu tersebut bereaksi. Tapi,
untungnya, ketelatenan tim pemburu
yang sebagian juga anggota Taifib
tersebut berhasil meringkus Suud di Jalan
Sumbersari, Desa Sumbersari, Kota
Malang. ”Menghadapi Suud bukanlah hal
yang mudah karena dia mantan pasukan
khsusus yang mempunyai kemampuan
lebih daripada prajurit Marinir biasa,”
jelas salah seorang perwira TNI-AL.
Itulah gambaran bahwa lulusan
pendidikan Taifib disegani sekaligus
ditakuti. Mereka adalah pasukan inti di
Kesatuan Marinir yang mempunyai
kemampuan di atas rata-rata.
Kemampuan tersebut diraih setelah
ditempa melalui pendidikan yang sangat
ketat serta melewati ujian yang sangat
berat selama sepuluh bulan.
Tidak heran, di antara ratusan prajurit
yang mengikuti seleksi pendidikan Taifib,
hanya 54 orang yang diterima pada
tahun ini. Mereka itulah yang sedang
digodok di kawah candradimuka di
Situbondo itu. Tahun-tahun sebelumnya,
sering hanya belasan prajurit yang
memenuhi syarat. Mereka yang tak lulus
dikembalikan ke kesatuannya semula di
Marinir.
Tidak semua yang mengikuti pendidikan
tersebut lolos. ”Saya mendapat laporan,
dua di antara mereka (di antara 54 yang
sedang pendidikan, Red) dimungkinkan
dikembalikan ke kesatuannya karena
tidak mampu mengikuti pendidikan,”
jelas Letkol Laut (KH) Tony Saiful, perwira
penerangan Kodikal, kepada koran ini
tadi malam.
Selain fisik prima, calon Taifib juga
dituntut memiliki IQ tinggi. Sebab,
pasukan elite yang sering digunakan
untuk penyusupan di daerah operasi itu
harus mampu menghadapi berbagai
masalah, baik secara individu mapun
kelompok.
Selama pendidikan, teori di kelas hanya
20 persen. Selebihnya di lapangan,
seperti hutan, laut, bahkan udara. Mereka
harus mempunyai kemampuan terbaik di
darat, laut, dan udara. Mereka dituntut
mampu melaksanakan tugas rahasia
secara sempurna di ketiga medan
tersebut.
Untuk mencapai semua itu, diperlukan
pendidikan yang sangat keras dan ketat.
Mereka harus mampu menyusup dengan
terjun payung, bergerak lincah di laut
dengan daya tahan tinggi, serta survive
di darat.
Mereka ditempa di tengah ombak ganas
di Laut Banyuwangi, yang biasanya
menghanyutkan perahu nelayan. Dengan
tangan dan kaki diikat, para prajurit
tersebut dibuang ke laut ganas itu.
Mereka harus mampu bertahan sekaligus
menyelamatkan diri. “Latihan mereka
cukup berat. Kaki dan tangan diikat pun
bisa hidup. Coba kalau saya, yah
tenggelam,” jelas Tony Saiful sembari
tertawa.
Kenapa sampai demikian? Bila sewaktu-
waktu prajurit trimedia (menguasai
medan darat, laut, dan udara) itu dibuang
ke laut dalam keadaan tangan dan kaki
terikat oleh musuh, mereka akan mampu
menyelamatkan diri.
Setelah melawan ombak besar di laut,
mereka juga dituntut bertahan hidup di
hutan tanpa perbekalan sedikit pun.
Untuk menguji daya tahannya itu, para
prajurit terpilih tersebut dilepas di
tengah hutan dengan hanya
bermodalkan garam. Air minum pun
tidak diperkenankan dibawa. Selebihnya,
cari sendiri di hutan. Latihan itu
dilakukan di Alas Purwo. Di sana, mereka
dilepas untuk melatih ketahanan fisik dan
kemampuan perorangan.
Di tengah hutan, mereka harus bertahan
berhari-hari. Mereka tak jarang hanya
makan binatang buas, seperti ular. Bila
mampu menangkap monyet, hewan itu
pulalah yang disantap. Selama tiga hari
tiga malam, mereka tidur di tengah hutan
rimba tersebut. Kadang-kadang, juga
lebih,
“Saya pernah minum air untuk tambal
ban di pinggir jalan Alas Purwo,” cerita
mantan Direktur Sekolah Khusus (Dirsus)
Marinir Kol (Mar) Buyung Lalana. “Meski
air itu siang harinya digunakan untuk
mengetes ban mobil dan sepeda motor
yang pecah, rasanya nikmat sekali karena
begitu haus,” kenang Buyung lagi.
Itu semua belum cukup. Soal pukul-
memukul oleh instruktur untuk melatih
mental bukanlah hal aneh di kalangan
mereka. Wartawan koran ini pernah
menyaksikan betapa kerasnya pelonco
dari kakak angkatan untuk prajurit yang
mengawali pendidikan. Mereka benar-
benar harus siap mental dan fisik. Begitu
kerasnya, tidaklah heran kalau di awal
pendidikan itu, da yang mengundurkan
diri.




0 komentar:

Posting Komentar

style type='text/css'> HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif"), auto;}
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site