Jumat, 02 November 2012

The Great Father from Indonesian

Posted by Tyo on 07.45


Soekarno The Great !!


Siapa yang tidak kenal Ir. Soekarno atau Bung Karno? Selain dikenal dengan cara memimpinnya yang demokratis, beliau juga dikenal dengan orasinya yang luar biasa. Bung Karno memang jago di atas podium, Kalimat-kalimat

 nya yang bertenaga mampu membuai pendengarnya sehingga mereka rela tinggal berjam-jam di bawah matahari untuk mendengarkan
suara Bung Karno.

Seorang tokoh pernah berkata
seperti ini: "Jika beliau berteriak
karena terinjak dan teraniaya
harga dirinya sebagai presiden
dan kepala negara, maka Sukarno
adalah presiden paling berani
yang pernah hidup di atas bumi
ini".

"Inggris kita linggis! Amerika kita
setrika!", atau Go to hell with your
aid."

"Malaysia kita ganyang. Hajar
cecunguk Malayan itu! Pukul dan
sikat jangan sampai tanah dan
udara kita diinjak-injak oleh
Malaysian keparat itu",

Itulah kata-kata pedasnya
terhadap negara yang selalu
mencampuri urusan NKRI. lebih
lagi terhadap Malaysia, yang
dianggap sebagai 'musuh', pada
Konfrontasi lalu.

Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun pernah dilawan. Bahkan tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia–Malaysia.


Masih di Peristiwa 17 Oktober, Bung Karno memiliki peran penting dalam menetralisir keadaan pada saat itu. Ketegasannya dalam bersikap, patut kita hargai.

Dalam Buku 'Soekarno:
Penyambung Lidah Rakyat',
diceritakan bagaimana respon
Beliau dan tanggapannya
terhadap kemelut di Istana
Negara, tahun 52 silam. Berikut ini:

"Pada pada pagi-pagi sekali,
tanggal tujuh belas Oktober 1952,
dua buah tank, empat panser dan
ribuan tentara menerjang pintu-
pintu Istana Merdeka. Mereka
membawa spanduk-spanduk
yang bertuliskan teks ‘bubarkan
Parlemen’. Batalyon artileri dengan
empat meriam dengan suaranya
yang riuh rendah memasuki
lapangan di depan Istana.
Beberapa meriam buatan Inggris
(peluru ukuran 12 pon) diarahkan
pada saya.

Unjuk kekuatan ini mencerminkan
histeria hari-hari saat itu. Selain itu
amatlah tidak bijaksana apa yang
mereka lakukan itu, karena para
komandan yang merancangkan
itu, semuanya ada (di dalam)
Istana bersama saya.

Kolonel Abdul Haris Nasution, yang
memberikan pimpinan pada usaha
yang menuju pada ‘setengah
kudeta’, seperti yang
dikatakannya sendiri, angkat
bicara. 'Ini bukan ditujukan
terhadap Bapak pribadi Pak. tetapi
ditujukan terhadap sistim
pemerintahan. Bapak harus
dengan segera membubarkan
Parlemen.'

Mata saya membelalak
memancarkan api kemarahan.
‘Apa yang kau katakan itu benar,
tetapi cara yang kau ajukan tidak
benar. Sukarno kapanpun tak akan
tunduk terhadap tekanan. Tidak
terhadap tentara Belanda dan
tidak terhadap sebuah batalyon
tentara Indonesia!’.

A.H Nasution membalas: 'Bilamana
ada kesulitan di negeri ini, semua
mengharapkan agar tentara turun
tangan mencari penyelesaian'.
Kaum politisi yang menciptakan
perang yang membawa korban di
kalangan tentara. Maka adalah adil
bahwa kami juga punya suara
dalam masalah besar ini.’

‘Kau bisa katakan apa yang kau
ingin katakan kepada Bung Karno
– JA.

‘Tetapi mengancam Bapak
Republik Indonesia — TIDAK!
SELAMANYA TIDAK!’

‘Dengan tenang saya menuju ke
luar ke arah massa yang telah
dibikin marah oleh pelbagai
pidato. Kebalikannya dari menjadi
kecut menghadapi meriam, saya
tatap langsung moncong meriam
tersebut, tanpa gentar sedikitpun,
dengan sekuat tenaga
mencurahkan kemarahan saya
pada mereka yang hendak
membunuh demokrasi dengan
bantuan suatu regu-tembak.

‘O-o’, . . . seru seorang prajurit
terengah-engah, ‘apa yang kita
lakukan adalah salah. Ya, Bapak
menghendaki yang lain’, seru dua
orang lainnya yang ada di dekat
situ.

Yang lainnya lagi beteriak, ‘Jika
Bapak tidak menghendakinya,
maka. . Kita juga tidak mau’,
demikian yang lain menyelesaikan
kalimat itu.

Perebutan kekuasaan negara
tersebut menjadi suatu kegagalan
yang menyedihkan. Massa bubar
menyebar sambil berseru, ‘Hidup
Bung Karno . . . . Hidup Bung
Karno’.

Nasution kemudian dipecat dari
jabatannya. Tetapi saya tidak
menginginkan perpecahan antara
saya dengan kekuatan bersenjata
kita. Oleh karena itu kemudian
saya rehabilitasi dia (Nasution)
kembali di jabatannya (semula)
dengan kata-kata berikut ini:

‘Sukarno bukan anak kemarin dulu
dan Nasution bukan anak kemarin
dulu. Kita tetap bersatu karena
bila musuh kita berhasil
menyebarkan perpecahan, hal itu
berarti berakhirlah kita sudah.’

(Memoar Bung Karno)

Luar biasa, karismanya sebagai pemimpin begitu mengesankan. Tak ayal jika beliau mendapati julukan 'Manusia Besar dengan Gagasan Benar'.

Terimalah hormat kami, Jendral!

.....

Hmm... Adakah di era sekarang ini, pemimpin yang mewarisi sipat Bung Karno? (yang haus harta buanyakkk).

0 komentar:

Posting Komentar

style type='text/css'> HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif"), auto;}
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site